Jumat, 10 Desember 2010

masalah korupsi

Pencari kerja memadati acara Career Fair 2010 di Bandung, Jawa Barat, Rabu (10/2). Tahun lalu jumlah pengangguran di Jawa Barat sekitar 2,26 juta orang atau sekitar 7,54% dari total penduduk usia produktif. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO Interaktif, Jakarta - Presiden Boston Institute for Developing Economies Gustav F. Papanek menilai masalah terbesar dalam perekonomian Indonesia adalah pengangguran. “Saya khawatir dengan masalah terselubung di Indonesia, yaitu pertumbuhan tanpa pekerjaan,” katanya ketika diwawancarai Tempo di Hotel Four Seasons, Jakarta, Kamis (1/4).

Setiap tahun, 2 juta orang di Indonesia mencari pekerjaan. Berarti, setelah krisis moneter 1998, ada 22 juta pengangguran. Papanek menghitung, hanya 5,5 juta yang telah mendapat pekerjaan tetap.
Sementara 3,5 juta mencari pekerjaan di luar negeri, sebagian besar sebagai pembantu rumah tangga, dan 4 juta tetap menganggur. Sisanya, menunjukkan sudah mendapat pekerjaan dalam statistik, namun sebenarnya tidak memiliki pekerjaan tetap. Ini disebut Papanek dengan istilah work in income sharing atau pekerjaan berbagi penghasilan.

Papanek yang pernah menjabat Direktur Harvard Advisory Group untuk Komisi Perencanaan dan Departemen Keuangan Indonesia pada 1971 hingga 1973 ini mencontohkan pekerjaan tukang semir sepatu.
“Jumlah sepatu tidak bertambah, tapi tukang semir sepatunya bertambah. Yang tadinya penghasilan dibagi tiga, sekarang harus dibagi empat,” pungkasnya.
Pekerjaan semacam ini ada, menurutnya, bukan karena dibutuhkan, tapi karena orang butuh pekerjaan. Produktivitas dari pekerjaan ini dinilai Papanek sangat rendah, bahkan tidak ada sama sekali. “Mereka hanya mengkonsumsi, tidak memproduksi,” tuturnya.

Lahan pekerjaan yang juga banyak digeluti pekerja Indonesia adalah di sektor pertanian. Pekerjaan ini juga dinilainya sebagai work in income sharing, karena lahan pertanian tidak bertambah, hanya tenaga kerjanya yang jumlahnya bertambah.
Padahal, negara yang benar-benar berkembang ditandai dengan menurunnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian. “Seperti China, India, dan Vietnam,” ujar Papanek.

Solusi untuk masalah pengangguran ini adalah menaikkan angka pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Target pemerintah sebesar 7 persen dinilai Papanek masih belum cukup. “Dulu Indonesia mampu tumbuh 8 persen, kenapa sekarang tidak,” katanya.

Pertumbuhan itu dapat dicapai dengan tiga langkah. Pertama, menambah dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat yang menjadi solusi cepat dalam penambahan pendapatan bagi rakyat miskin dan pembangunan infrastruktur rural.
Kedua, memperbesar ekspor mineral, minyak, gas, dan tanaman perkebunan yang hasilnya bisa digunakan untuk mendanai kesehatan, pendidikan, dan perumahan bagi rakyat miskin.
Ketiga, meningkatkan pangsa pasar dunia, terutama dari ekonomi yang menghasilkan lapangan pekerjaan seperti industri manufaktur. Papanek mencontohkan, dulu industri tekstil dan garmen Indonesia menguasai 2,5 persen pangsa pasar dunia, sekarang hanya 1,7 persen. Padahal, selisih tersebut berarti berkurangnya 5 miliar ekspor dan 1,5 juta lapangan pekerjaan.

Solusi ini merupakan solusi jangka pendek dalam menggerakkan ekonomi Indonesia. Untuk meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia jangka panjang, Papanek memberikan resep perbaikan sistem pendidikan.
“Butuh waktu lama, namun bisa dipercepat dengan membangun perguruan tinggi kelas dunia yang juga memberikan pendidikan untuk rakyat miskin, seperti di India,” katanya.

agenda presiden barack obama




Pencari kerja memadati acara Career Fair 2010 di Bandung, Jawa Barat, Rabu (10/2). Tahun lalu jumlah pengangguran di Jawa Barat sekitar 2,26 juta orang atau sekitar 7,54% dari total penduduk usia produktif. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO Interaktif, Jakarta - Presiden Boston Institute for Developing Economies Gustav F. Papanek menilai masalah terbesar dalam perekonomian Indonesia adalah pengangguran. “Saya khawatir dengan masalah terselubung di Indonesia, yaitu pertumbuhan tanpa pekerjaan,” katanya ketika diwawancarai Tempo di Hotel Four Seasons, Jakarta, Kamis (1/4).

Setiap tahun, 2 juta orang di Indonesia mencari pekerjaan. Berarti, setelah krisis moneter 1998, ada 22 juta pengangguran. Papanek menghitung, hanya 5,5 juta yang telah mendapat pekerjaan tetap.
Sementara 3,5 juta mencari pekerjaan di luar negeri, sebagian besar sebagai pembantu rumah tangga, dan 4 juta tetap menganggur. Sisanya, menunjukkan sudah mendapat pekerjaan dalam statistik, namun sebenarnya tidak memiliki pekerjaan tetap. Ini disebut Papanek dengan istilah work in income sharing atau pekerjaan berbagi penghasilan.

Papanek yang pernah menjabat Direktur Harvard Advisory Group untuk Komisi Perencanaan dan Departemen Keuangan Indonesia pada 1971 hingga 1973 ini mencontohkan pekerjaan tukang semir sepatu.
“Jumlah sepatu tidak bertambah, tapi tukang semir sepatunya bertambah. Yang tadinya penghasilan dibagi tiga, sekarang harus dibagi empat,” pungkasnya.
Pekerjaan semacam ini ada, menurutnya, bukan karena dibutuhkan, tapi karena orang butuh pekerjaan. Produktivitas dari pekerjaan ini dinilai Papanek sangat rendah, bahkan tidak ada sama sekali. “Mereka hanya mengkonsumsi, tidak memproduksi,” tuturnya.

Lahan pekerjaan yang juga banyak digeluti pekerja Indonesia adalah di sektor pertanian. Pekerjaan ini juga dinilainya sebagai work in income sharing, karena lahan pertanian tidak bertambah, hanya tenaga kerjanya yang jumlahnya bertambah.
Padahal, negara yang benar-benar berkembang ditandai dengan menurunnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian. “Seperti China, India, dan Vietnam,” ujar Papanek.

Solusi untuk masalah pengangguran ini adalah menaikkan angka pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Target pemerintah sebesar 7 persen dinilai Papanek masih belum cukup. “Dulu Indonesia mampu tumbuh 8 persen, kenapa sekarang tidak,” katanya.

Pertumbuhan itu dapat dicapai dengan tiga langkah. Pertama, menambah dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat yang menjadi solusi cepat dalam penambahan pendapatan bagi rakyat miskin dan pembangunan infrastruktur rural.
Kedua, memperbesar ekspor mineral, minyak, gas, dan tanaman perkebunan yang hasilnya bisa digunakan untuk mendanai kesehatan, pendidikan, dan perumahan bagi rakyat miskin.
Ketiga, meningkatkan pangsa pasar dunia, terutama dari ekonomi yang menghasilkan lapangan pekerjaan seperti industri manufaktur. Papanek mencontohkan, dulu industri tekstil dan garmen Indonesia menguasai 2,5 persen pangsa pasar dunia, sekarang hanya 1,7 persen. Padahal, selisih tersebut berarti berkurangnya 5 miliar ekspor dan 1,5 juta lapangan pekerjaan.

Solusi ini merupakan solusi jangka pendek dalam menggerakkan ekonomi Indonesia. Untuk meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia jangka panjang, Papanek memberikan resep perbaikan sistem pendidikan.
“Butuh waktu lama, namun bisa dipercepat dengan membangun perguruan tinggi kelas dunia yang juga memberikan pendidikan untuk rakyat miskin, seperti di India,” katanya.

masalah ekonomi di indonesia



Pengangguran Dinilai Masalah Ekonomi Terbesar Indonesia  

Pencari kerja memadati acara Career Fair 2010 di Bandung, Jawa Barat, Rabu (10/2). Tahun lalu jumlah pengangguran di Jawa Barat sekitar 2,26 juta orang atau sekitar 7,54% dari total penduduk usia produktif. TEMPO/Prima Mulia
TEMPO Interaktif, Jakarta - Presiden Boston Institute for Developing Economies Gustav F. Papanek menilai masalah terbesar dalam perekonomian Indonesia adalah pengangguran. “Saya khawatir dengan masalah terselubung di Indonesia, yaitu pertumbuhan tanpa pekerjaan,” katanya ketika diwawancarai Tempo di Hotel Four Seasons, Jakarta, Kamis (1/4).

Setiap tahun, 2 juta orang di Indonesia mencari pekerjaan. Berarti, setelah krisis moneter 1998, ada 22 juta pengangguran. Papanek menghitung, hanya 5,5 juta yang telah mendapat pekerjaan tetap.
Sementara 3,5 juta mencari pekerjaan di luar negeri, sebagian besar sebagai pembantu rumah tangga, dan 4 juta tetap menganggur. Sisanya, menunjukkan sudah mendapat pekerjaan dalam statistik, namun sebenarnya tidak memiliki pekerjaan tetap. Ini disebut Papanek dengan istilah work in income sharing atau pekerjaan berbagi penghasilan.

Papanek yang pernah menjabat Direktur Harvard Advisory Group untuk Komisi Perencanaan dan Departemen Keuangan Indonesia pada 1971 hingga 1973 ini mencontohkan pekerjaan tukang semir sepatu.
“Jumlah sepatu tidak bertambah, tapi tukang semir sepatunya bertambah. Yang tadinya penghasilan dibagi tiga, sekarang harus dibagi empat,” pungkasnya.
Pekerjaan semacam ini ada, menurutnya, bukan karena dibutuhkan, tapi karena orang butuh pekerjaan. Produktivitas dari pekerjaan ini dinilai Papanek sangat rendah, bahkan tidak ada sama sekali. “Mereka hanya mengkonsumsi, tidak memproduksi,” tuturnya.

Lahan pekerjaan yang juga banyak digeluti pekerja Indonesia adalah di sektor pertanian. Pekerjaan ini juga dinilainya sebagai work in income sharing, karena lahan pertanian tidak bertambah, hanya tenaga kerjanya yang jumlahnya bertambah.
Padahal, negara yang benar-benar berkembang ditandai dengan menurunnya jumlah tenaga kerja di sektor pertanian. “Seperti China, India, dan Vietnam,” ujar Papanek.

Solusi untuk masalah pengangguran ini adalah menaikkan angka pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen. Target pemerintah sebesar 7 persen dinilai Papanek masih belum cukup. “Dulu Indonesia mampu tumbuh 8 persen, kenapa sekarang tidak,” katanya.

Pertumbuhan itu dapat dicapai dengan tiga langkah. Pertama, menambah dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat yang menjadi solusi cepat dalam penambahan pendapatan bagi rakyat miskin dan pembangunan infrastruktur rural.
Kedua, memperbesar ekspor mineral, minyak, gas, dan tanaman perkebunan yang hasilnya bisa digunakan untuk mendanai kesehatan, pendidikan, dan perumahan bagi rakyat miskin.
Ketiga, meningkatkan pangsa pasar dunia, terutama dari ekonomi yang menghasilkan lapangan pekerjaan seperti industri manufaktur. Papanek mencontohkan, dulu industri tekstil dan garmen Indonesia menguasai 2,5 persen pangsa pasar dunia, sekarang hanya 1,7 persen. Padahal, selisih tersebut berarti berkurangnya 5 miliar ekspor dan 1,5 juta lapangan pekerjaan.

Solusi ini merupakan solusi jangka pendek dalam menggerakkan ekonomi Indonesia. Untuk meningkatkan pembangunan ekonomi Indonesia jangka panjang, Papanek memberikan resep perbaikan sistem pendidikan.
“Butuh waktu lama, namun bisa dipercepat dengan membangun perguruan tinggi kelas dunia yang juga memberikan pendidikan untuk rakyat miskin, seperti di India,” katanya.

Gayus Tambunan

Nasional
Gayus Pelesir Atas Inisiatif Kepala Rutan
Suap itu hanya terjadi dalam level kepala rumah tahanan dan jajaran di bawahnya.
Kamis, 11 November 2010, 16:04 WIB
Ismoko Widjaya, Eko Huda S
VIVAnews - Markas Besar Polri memastikan atasan mantan Kepala Rutan Mako Brimob Komisaris Polisi Iwan Siswanto tidak menerima suap dalam kasus kaburnya Gayus Tambunan dari tahanan. Suap itu hanya terjadi dalam level kepala rumah tahanan (Iwan) dan jajaran di bawahnya.

"Kalau penyuapan sampai di Kompol (Iwan) itu. Kasus penyuapan tidak ada kaitannya dengan orang lain karena ada di lingkungan rutan," kata Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol Iskandar Hasan di Mabes Polri, Jakarta, Kamis 11 November 2010.

Iskandar menegaskan, keluar-masuknya Gayus dari tahanan itu atas inisiatif dari Iwan.

"Berdasarkan penyelidikan Bareksrim, Kompol ini yang punya inisiatif sehingga terjadi kasus ini. Tidak ada perintah dari orang lain," tegas dia.

Namun demikian, dia mengatakan atasan Iwan tak tertutup kemungkinan juga melakukan pelanggaran disiplin dan kode etik profesi terkait kasus tersebut. "Penyidik akan mengembangkan, tentunya dikembangkan dari sisi lain, disiplin dan kode etik, apakah itu nanti atasanya Kompol (Iwan Siswanto) itu bertanggung jawab atau tidak, itu pihak Propam," kata dia.

Kesembilan orang yang telah ditetapkan sebagai tersangka karena diduga menerima suap itu adalah Kepala Rutan Mako Brimob Kompol Iwan Siswanto, Briptu Anggoco Duto, Briptu Bambang S, Briptu Datu A, BriptuBudi Hayanto, Bripda Edi S, Bripda J Protes, Bripda Susilo, dan Bripda Bagus.

Untuk memuluskan ulahnya tersebut, Gayus diduga memberikan suap kepada Kompol Iwan. kompol Iwan diduga menerima suap antara Rp50 sampai Rp60 juta. Sementara untuk bawahannya, jumlah suap yang diduga diberikan Gayus bervariasi antara Rp5 juta hingga Rp6 juta.

Kesembilan orang itu telah ditahan sejak 8 November yang lalu. Dari hasil pemeriksaan Propam Polri bersama Dit Tipikor, kesembilan polisi ini telah memenuhi bukti permulaan cukup untuk dipersangkakan Pasal 5 Ayat 2, Pasal 11, dan Pasal 12, Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 dan 56 KUHP. (umi)

5 berita tehabgat

<a href='http://ads.vivanews.com/ads/www/delivery/ck.php?n=a5ca42bf&cb=1292030476' target='_blank'><img src='http://ads.vivanews.com/ads/www/delivery/avw.php?zoneid=215&cb=1292030476&n=a5ca42bf'border='0' alt='' /></a>
Sebelum Meninggal, Ida Kusuma Tertidur Pulas
Ketika giliran syuting tiba, Ida dibangunkan kru film. Tapi, dia tidak bangun-bangun.
Kamis, 25 November 2010, 23:01 WIB
Siswanto, Beno Junianto
Ida Kusuma (ist)
VIVAnews – Sebelum meninggal dunia, artis senior Tanah Air, Ida Kusuma, tengah menunggu giliran syuting film Cinta Fitri, Kamis, 25 November 2010 malam. Saat itu, dia terlihat tertidur pulas.

Begitu giliran syuting tiba, menurut Rudy, juru bicara MD Entertainment, kru film membangunkannya. Tapi, saat itu Ida tidak bangun-bangun. Setelah itu, kru langsung melarikannya ke Rumah Sakit Puri Cinere, Jakarta Selatan.

“Waktu itu masih ada ada denyut nadinya. Namun, setelah 30 menit di rumah sakit, dokter memvonis beliau meninggal (pukul 20.30 WIB),” kata Rudy.

Mengenai penyebab meninggalnya artis yang namanya bersinar di era 1980-an ini, Rudy mengaku tidak tahu pasti. Walaupun kabar yang beredar di antara teman-teman artis menyebutkan Ida meninggal karena serangan jantung.

Ditanya keluhan apa saja yang disampaikan artis yang memiliki nama lengkap Siti Endeh Ida Hendarsih Atmadi Kusumah itu, Rudy mengaku tidak tahu. Sebab, Rudy jarang berbicara dan bertemu secara khusus dengan Ida.

“Terakhir ketemu sih sehat dan sempat bercanda,” katanya.

Malam ini, jenazah almarhumah masih berada di rumah sakit. “Saya belum tahu akan dibawa ke rumah duka yang mana, belum ada kepastian,” tuturnya.

Apakah dengan meninggalnya Ida Kusuma akan menghentikan proses produksi film Cinta Fitri, Rudy mengatakan, “Berhenti total sih nggak, break sementara iya.”

Ida Kusuma merupakan bintang film melegenda di zamannya. Film pertama yang dibintanginya berjudul Puteri Revolusi pada 1955. Sejumlah film legendaris juga pernah dibintangi oleh Ida